Menang Lomba Penulisan PT Kereta Api
Kabar itu datang via telepon genggam-ku. ”Mas, anda menang lomba karya tulis PT Kereta Api ke-63 sebagai Juara II (kedua),” kata Humas Eksternal PT Kereta Api Bambang SP. Tak sampai sebulan setelah tulisan itu dimuat, ternyata penghargaan menghampiri. Aku tak mengirim tulisan itu untuk diikutsertakan dalam lomba, tetapi staf humas PT KA memelototi tulisan-tulisan di media menyangkut perkeretaapian.
Rabu (17/9) pukul 08.30, aku menerima penghargaan itu di halaman kantor pusat PT KA di Bandung. Berbatik Danar Hadi dengan warna dasar hitam dan celana wool hitam, sebenarnya aku ingin menunjukkan keprihatinan atas dunia perkeretaapian sebagaimana kutulis dalam feature yang memenangi lomba ini. Entah apakah pegawai PT KA menangkap sinyal dari kostum-ku?
Terima kasih untuk tim ekspedisi Jalan Raya Pos-Daendels, yang mengajak bergabung. Dan, untuk Ahmad Arif yang merapikan-memoles tulisan itu. Tak lupa, terimakasih untuk narasumber utama Taufik Hidayat (Direktur Indonesia Railway Watch). Selamat pula bagi Djoko Setijowarno (dosen Unika Soegijapranata) yang tulisannya kali ini merebut Juara I.
Ini tulisan-ku, selamat membaca....
Kereta Api
Loko Tua, Siapa Mau Turut?
“…Sebab baru keesokan harinjalah saja berangkat ke Surabaja dengan kereta api eendaagsche untuk hadir di dalam Kongres Indonesia-Raya…,” demikian penggalan surat Ir Soekarno kepada Mr Sartono, tertanggal 14 Desember 1931, menjelang dia dibebaskan dari penjara Sukamiskin, Bandung. Dengan kereta api, Soekarno datang ke kongres penting yang menjadi dasar Indonesia.
Oleh: Haryo Damardono
Jaringan kereta api di Jawa, yang mulai dibangun 56 tahun setelah pembangunan Jalan Raya Pos dari Anyer-Panarukan, sebenarnya disiapkan Belanda menjadi moda transportasi utama. Sehingga, Belanda terus meningkatkan kualitas pelayanannya.
Pada tahun 1894, perjalanan kereta Batavia-Surabaya ditempuh dua hari, tahun 1929 hanya 13,5 jam, dan sepuluh tahun kemudian dapat ditempuh 11,5 jam. Ironisnya, tahun 2008 ini perjalanan Jakarta-Surabaya dengan kereta eksekutif Argo Bromo Anggrek ditempuh dalam 10 jam. Tidak ada kemajuan berarti!
Eendaagsche Expres atau ekspres satu hari, merupakan penanda kemajuan transportasi di Jawa. Dengan lokomotif C 53, kereta dapat melaju hingga 100 km per jam saat melewati beberapa ruas di rute Cikampek-Cirebon-Kroya-Yogya-Solo-Madiun. Lokomotif C 53, yang dibuat di Werkspoor, Amsterdam itu merupakan salah satu lokomotif tercepat di dunia pada masa itu.
Namun, 63 tahun di tangan Indonesia, perkeretaapian di Jawa terus menurun.
Terbengkalai
Panjang rel kereta api warisan Belanda itu makin berkurang, dari 6.811 km (1939), kini tersisa 4.500 km, dimana 3.425 km ada di Jawa. Di ujung barat Pulau Jawa, tak jauh dari reruntuhan benteng dan pelabuhan lama Banten, stasiun tua yang pernah menjadi jantung kota, dalam kondisi ditelantarkan.
Di ujung timur, Stasiun Panarukan, yang menjadi pemberhentian terakhir tembakau-tembakau terbaik Besuki, sebelum kemudian dikapalkan ke Bremen (Jerman) melalui Pelabuhan Panarukan, menjadi bangunan tua tak bertuan.
Di selatan Terminal Terboyo, Semarang, sebuah stasiun tua telah diubah menjadi toko, demikian juga nasib Stasiun Rembang. Di Pelabuhan Cirebon, rel-rel yang sejajar Jalan Raya Pos telah ditutup aspal. Tak jauh dari pintu masuk Pelabuhan Tegal ke arah Pemalang, rel yang melintasi jalan nasional pun dimatikan, menyisakan sepenggal rel yang menggelantung diatas selokan.
Puncak kemerosotan itu dapat dilihat di Jalan Pemuda, Jalan Raya Pos di ruas Semarang. Gedung Lawang Sewu, yang dulu kantor pusat Nederlands Indische Spoorweg-Maatschappij (NIS) atau Jawatan Kereta Api Pemerintah Hindia Belanda, menjadi bangunan tua yang tak terurus. Stasiun Semarang Tawang, rancangan JP de Bordes, yang dibangun 29 April 1911, dibiarkan sekarat menghadapi rob dari laut Jawa.
“Perkeretaapian kita terus mundur. Hampir seluruh perjalanan kereta api waktu tempuhnya menurun rata-rata satu jam. Kereta tua masih jadi andalan,” ujar Direktur Eksekutif Indonesia Railway Watch, Taufik Hidayat. Data Direktorat Jenderal Perkeretaapian Departemen Perhubungan menunjukkan, 109 dari 342 lokomotif telah berusia di atas 40 tahun, 412 dari 1.275 kereta berusia diatas 40 tahun, dan 1.887 gerbong dari 5.439 gerbong berusia diatas 40 tahun.
Pekan lalu, Taufik naik Argowilis (Bandung-Yogyakarta). “Dulu, ketika masih single-track lamanya 6,5 jam tetapi jutru menjadi 7,5 jam. Lalu, untuk apa dibangun double-track dari Kutoarjo-Yogja? Apa pula hasilnya modernisasi sinyal?” ujar Taufik.
Kereta api memang terus meredup. Kereta anjlok terus terjadi. Bulan lalu, bahkan ditemukan 10 bom molotov di rangkaian Kereta Cirebon Ekspres. “Bagaimana sterilisasi stasiun dan keamanan kereta api?” gugat Taufik.
Prioritas
Direktur Utama PT Kereta Api, Ronny Wahyudi beralasan, rendahnya pelayanan kereta api karena perhatian pemerintah terhadap kereta api masih kurang dibandingkan terhadap pembangunan jalan. “Kami kekurangan dana, dan sumber daya manusia juga masih rendah. Pemerintah baru memihak kereta api sejak tahun 2005,” kata Ronny..
Menurut Ronny, pemerintah harus memihak angkutan massal, utamanya kereta. ”Bila pemerintah lebih memilih tol, keuntungan mengalir ke industri otomotif Jepang. Membebaskan lahan tol juga butuh lima tahun, padahal lahan rel sudah siap,” ujar dia.
Pengalaman negara-negara lain, kereta cepat (high-speed train) telah menjadi penopang utama transportasi seperti Jepang dan negara-negara Eropa. Shinkansen telah dioperasikan di Tokyo-Osaka (515 kilometer) sejak 1964. Vietnam, yang masih perang pada dekade 70-an, pada Februari 2007 berani mengumumkan pembangunan kereta cepat Hanoi-Ho Chi Minh City (1.630 kilometer) berbiaya 33 miliar dollar Amerika.
Alokasi dana dari pemerintah Vietnam ini jauh lebih besar dibandingkan estimasi kebutuhan dana untuk membangun jaringan kereta api cepat Jakarta-Surabaya oleh perusahaan kereta api Perancis Societe Nationale des Chemins de Fer (SCNF), sebesar 6,14 miliar dollar Amerika. Bila terwujud, Jakarta-Surabaya bisa ditempuh tiga jam.
Pemerintah, melalui Meneg BUMN, Sofyan Djalil mengatakan, UU Kereta Api Nomor 23 Tahun 2007 telah membuka peluang investasi swasta di bidang perkeratapian. Namun, hingga kini belum ada investor yang berminat membangun kereta penumpang. Investor baru tertarik membiayai angkutan kereta batu-bara, seperti dirintis PT Bukit Asam Tbk. Peluang kerja sama lebih terbuka dengan perusahaan semen, pupuk, dan bahan bakar minyak.
Investor justru lebih tertarik membangun apartemen dan pusat perbelanjaan di lahan-lahan PT KA di jantung kota yang telantar, seperti di Manggarai. PT KA mempunyai 16.494 rumah dinas di Jawa dan Sumatera, namun tidak seluruhnya difungsikan. Sekitar 30 persen lahan PT KA saat ini juga masih dikuasai pihak lain. Padahal, saat ini PT KA kekurangan dana hingga Rp 11 triliun.
Taufik Hidayat menyarankan, revitalisasi perkeretaapian dimulai dengan merehabilitasi jaringan-jaringan yang sudah ada. Baru kemudian, memodernisasi dan menstabilisasikan operasional kereta api.
Menurut hitungan Taufik, kereta api dapat meningkatkan efisiensi ekonomi karena sifatnya yang massal. Di India, sebesar 40 persen barang diangkut dengan kereta, sedangkan di Indonesia baru 0,6 persen.
Dengan segenap kelebihannya, kereta api tetap menjadi andalan transportasi massal di dunia. Misalnya Belanda, pada tahun 2006 negeri ini meremajakan kereta dengan mengoperasikan Randstad Rail untuk menghubungkan intra maupun interkota. Sedangkan menuju negara lain di Eropa menggunakan jaringan kereta The Thalys PBKA, akronim dari Paris, Brussels, Koln, dan Amsterdam.
Dibandingkan Belanda, negara kita ternyata tidak banyak bergerak ke depan. Negara Belanda mengapung karena mengeruk kekayaan kita, tetapi, tetap saja kita terpuruk hingga 200 tahun kemudian, dan menyia-nyiakan kekayaan yang tersisa...(Ahmad Arif)
Read More..