Bon itu masih terselip dalam dompetku. Ayam Goreng Rp 12.000, Soft drink Rp 9.000, J (maksudnya juice) Melon Rp 12.000, Cash Rp 38.000. Tercetak tanggalnya, 09-07-08 13:12. Tertera dibawahnya, Ayam Goreng Fatmawati Bandara Terminal 1A.
Siang itu, aku dijadwalkan terbang ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Menteri Perhubungan akan meresmikan pengoperasian kapal perintis rute Batu Licin-Makassar-Bau-bau. Dan, Dephub mengajakku ikut serta. Dari Banjarmasin menuju Batu Licin, kami masih harus terbang 30 menit lagi, dengan pesawat berbaling-baling.
“Yes, mas Haryo,” jawab Ryana.
Aku lupa dia memakai baju apa. Yang jelas, saat dia menghampiri meja ku, meja nomor 12, rambutnya tergerai seperti biasa. Tidak terlihat polesan lip-stick, di wajahnya yang chubby.
“Gue dah pesan makanan, kamu mau makan apa, ry?”
“Aku udah makan mas Haryo. Juice aja deh…”
“Bohong ya? Lagi diet?”
“Gak diet, tauk. Dodol deh. Gue dah makan. Gue bawa makan, abis beli makan di restoran bandara, muahaaal mas Haryo…” ujarnya berapi-api, dengan lafal seperti anak kecil. Cadel-cadel, manja. Mau tau ciri khas Ryana? Kata: dodol.
“he.. he.. sebenarnya, gue gak tau juga sih mas Haryo, soal sogok-menyogok itu”.
Obrolan terhenti, sebab aku harus segera check-in. Aku pun membayar bill, lalu berpisah dengan Ryana.
“Lain kali, gantian aku traktir shushi ya mas Haryo”.
Itu pertemuan terakhir dengan Ryana Yahya Nasution. Itu setengah bulan lalu. Dan kini, Ryana terbaring di RSI Cempaka Putih. Kehilangan kesadaran. Koma, belum titik.
Sebelum kutahu Ryana jadi korban, pertanyaan yang muncul adalah mengapa tembok pembatas tol dapat “ditembus” truk yang melaju dari arah seberang? Apakah kecepatan truk sangat tinggi, sehingga tembok pun hancur? Tiada jawaban dari berita itu.
Tahun 2008 ini, sudah dua kali aku pergi dengan Ryana. Bulan Januari ke Kuala Lumpur, dan bulan Februari ke Singapura. Dia sebenarnya mengajak ke Laos, Maret lalu, tetapi batal karena Perdana Menteri Laos pergi entah kemana. Padahal, kami menghadiri acara yang sedianya dibuka beliau.
Sepulang dari Kuala Lumpur, setelah mendarat di Soekarno-Hatta, kutawarkan Ryana tumpangan. Tetapi, dia menolaknya karena ada kerjaan.
“Khan lu Senior Executive, ry.. Suruh aja Junior lu kerja”.
”he.. he.. cuman aku mas, Public Relations Indonesia di AirAsia,” ujarnya malu-malu.
“Kalau begitu, tidak usah ada embel-embel Senior, donk..,” ujarku, lalu menertawakannya.
Pekan lalu, untuk terakhir kalinya, kami chatting. Dia pun memamerkan foto yang menampilkan beberapa perempuan. Namun, di monitor komputer ku, foto itu hanya seukuran perangko.
“Tebak, gue yang mana mas Haryo”.
“Yang tengah, ry… Aku sebenarnya gak melihat jelas karena fotonya kekecilan. Tetapi, aku bisa menebak dari pose mu yang setengah menunduk”.
“Yap.. itu pose terbaik gue.. he.. he..”
Ryana, cepat sadar ya, cepat sembuh ya…