Thursday, March 09, 2006

Kisah Di Balik Koin China Kuno..

Dalam diskusi di Balai Soedjatmoko, Ketua Kamar Dagang dan Industri Surakarta, Hardono mengungkapkan kejengkelan diperdaya guide Belanda. "Saya dibodohi ketika ditunjukkan the smallest home, yang sesungguhnya biasa menurut ukuran rumah di Solo, padahal telah membayar 10 euro," katanya.

Sepenggal cerita diungkapkan, menunjukan keberhasilan pelaku pariwisata Belanda mengemas situs wisata. "Dalam paket Eurotour, sebuah negara menyuguhi situs wisata berupa jembatan. Namun, yang luar biasa cerita sang guide, di sana kerap kali terjadi pasangan kekasih bunuh diri akibat cinta yang dilarang," kisah Hardono.

"Bayangkan, situs biasa dengan bumbu cerita luar biasa, menjadi luar biasa," tandasnya. Hardono mempertanyakan konsep pariwisata Indonesia, ketika situs yang dapat "dijual" sedemikian unik dan banyak, namun pengemasan amat minim. Menurut pengalamannya, publikasi maupun pengemasan yang terarah merupakan syarat mutlak bagi keberlangsungan pariwisata.

Terkadang, pemaknaan bahkan jauh lebih penting daripada fisik situs itu sendiri. Premis obyek sebagai saksi bisu zaman, namun bila digali dapat "bercerita" banyak, dapat disaksikan pada film Timeline, diangkat dari novel Michael Crichton. Mengambil setting lokasi di tepian Sungai Dordogne, Perancis, pada awalnya film berkisah tentang sebuah patung pasangan kekasih.

Pertanyaan mendasar diajukan para arkeolog, tentang makna di balik pembuatan patung. Pekan lalu, pada areal persawahan milik Sukiyo Haryono, di Dukuh Gelangan, Kelurahan Dukuh, Kecamatan Sukoharjo, ditemukan 20 kilogram uang kuno beraksara China. Uang itu ditempatkan dalam tempayan kuno yang hancur saat diangkat dari kedalaman 20 sentimeter dibawah permukaan tanah.

Dalam semalam, kediaman Sukiyo didatangi ribuan warga sehingga uang kuno tersebut segera diamankan di Polres Sukoharjo. Banyak spekulasi kisah dimunculkan, meski belum tentu bermuara pada kebenaran. Penemuan itu terjadi di sebuah lahan persawahan yang kini mengering dan digali untuk tanah uruk.

Sukiyo -sang penemu- menandaskan kemunculan uang kuno dimaksudkan untuk menuntaskan "penderitaan" rakyat Jawa. Konsep kedatangan "ratu adil" dari alam metafisis terpancar kuat dari tutur Sukiyo saat bercerita. Bahkan, dia mengaku didatangi seorang putri cantik berpakaian hijau yang menanyakan keberadaan uang kuno itu.

"Saya memang sengaja tidak menyimpan sendiri uang kuno itu sebab bisa jadi penemuan ini merupakan ujian dari 'penguasa' metafisis kawasan ini. Apakah saya tergoda dengan harta duniawi," ujar Sukiyo yang sering tirakatan ke berbagai kawasan spiritual.

Sejarawan UNS, Soedarmono SU, dengan tegas menolak pendekonstruksian sejarah dengan mitos. Terkait penemuan uang kuno di Sukoharjo, dia meyakini pasti ada jawabnya. Tanpa melakukan rekonstruksi lapangan, hanya melihat dari bentuk fisik, ditambah pengamatan Kompas, yang "menemukan" Bengawan Solo asli berjarak 100 meter dari situs penemuan (karena pelurusan oleh Departemen Pekerjaan Umum, kini Bengawan Solo berjarak 1.000 meter dari situs tersebut), Soedarmono menduga uang kuno atau kepeng itu bukti penetrasi perdagangan bangsa China, sejak dahulu kala.

"Dulu, kawasan Sukoharjo -kini dikenal situs Majasto- dijadikan salah satu basis pemerintahan Joko Tingkir yang kemudian dikenal dengan Sultan Hadiwijaya, penguasa kerajaan Pajang. Maka, penemuan ini mau tidak mau harus dikaitkan dengan situs Majasto yang diperkirakan berada dalam periodisasi 1300-an, pada masa Majapahit akhir," kata Soedarmono.

Alasan logis dimilikinya angkatan perang kuat oleh Joko Tingkir, menurut Soedarmono, adalah dikuasainya pusat perdagangan berskala internasional. Maka tidak mustahil, keberadaan bandar di tepian Bengawan Solo, wilayah Sukoharjo, sebagai pendukung perdagangan.

Pada gilirannya, dalam penelusuran Soedarmono, pusat perdagangan yang melibatkan bangsa China, bergeser ke utara menempati kawasan- kini dikenal dengan Kota Solo. Penelusuran ini menegaskan keberadaan pecinan di Solo, yang sesungguhnya jauh lebih tua dari Keraton Surakarta Hadiningrat yang baru berdiri pada periode 1700-an.

Kini, uang kuno tetap tersimpan di gudang Polres Sukoharjo. Iptu Agus Setiyono menandaskan, polisi telah menghubungi Dinas Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala, meski belum ada isyarat mereka akan datang. Soedarmono tak menyalahkan ketidakhadiran Dinas dimaksud sebab terdapat kemungkinan rendahnya kadar keantikan uang kuno tersebut.

Di tengah rendahnya apresiasi terhadap penemuan tersebut, atas dalih apa pun, kiranya bila uang kuno dapat meratap, bukan mustahil dia iri pada stakeholders sejarah dalam film Timeline.

Mereka berada dalam satu ruang waktu, terdapat pula kesamaan sebagai hasil peradaban tepian sungai, tetapi generasi masa kini yang menemukannya memiliki perbedaan perlakuan. Bukan mustahil bila dikelola atau "dikemas" oleh ahlinya, uang kuno itu bukan hanya dapat menceritakan peradaban masa lalu, namun juga dapat "dijual" dalam bentuk film. Apa mungkin? (Haryo Damardono)

No comments: